“Dari SUN3 Untuk Negeri”

Santri adalah kata yang tak asing lagi di telinga kita…kata tersebut kadang terdengar menjijikan bagi sebagian orang, karena santri identik dengan tidak menjaga kebersihannya dan bodoh dalam hal sains, sok alim, tidak punya masa depan yang cerah, tapi itu hanya anggapan mereka. Bagi ognum santri tidaklah seperti itu, karena santri yang sesungguhnya adalah santri yang menjunjung nama baik islam, siapa lagi jika bukan santri. Santri merupakan alat pemersatu bangsa dan pemimpin bagi negeri ini serta bertugas untuk menjaga keutuhan NKRI ini. Siapa sih yang tak kenal santri, jika mereka menganggap santri tidak menjaga kebersihannya, apa gunanya mereka belajar tentang Al-Quran dan hadist yang di dalamnya menjunjung tinggi kebersihan, karena “Kebersihan itu sebagian dari iman” dan tentu saja santri adalah orang yang beriman, santri juga mampu mempelajari ilmu sains meskipun tidak sehebat mereka yang non-santri. Santri mempelajari ilmu sains untuk menambah keimanan dan bukan hasrat untuk mencari harta dan dunia.

Tetesan demi tetesan air hujan membasahi ubin merah, semilir angin menyentuh kulitku, pagi yang syahdu angin membawa sejuta rindu, kuselimuti seluruh tubuhku, desiran angin menggigil tubuhku, kubuka gorden kamar dan  mentaripun menyapa dengan irama indahnya, kuucapkan selamat pagi kepada Allah sang pemilik jagad raya, kududuk diatas kasur sambil kulantunkan ayat-ayat suci, pagi yang penuh barokah tak jedah selalu bersyukur atasnya. Pagiku jalani dengan aktifitas seperti biasa yaitu sekolah.

“Reza, sebentar lagi ada lomba nih, kamu mau ikut gak,?” tanya Revan kepadaku.

“Lomba apa Van?” jawabku penasaran.

“kalo gak salah tentang anak bangsa, oh ya tema lombanya adalah “Karya Anak Bangsa” dan insyaallah kalo kita mau ikut, aku ada rencana mau buat mesin pengolah sampah yang didaur ulang menjadi kompos, jadi kita mencoba dulu deh siapa tau berhasil,”

“Waduh susah banget van,” ujarku mengeluh.

“Sudah santai saja kita mencoba terlebih dahulu barangkali kita bisa,” jawab Revan dengan meyakinkan.

“Oke oke, Rehan diajak juga van barangkali dia juga mau ikut, dia ‘kan mengerti dalam bidang elektro,”

Menurutku sih ini susah sekali, mungkin karena aku orang desa, jadi didesaku tak pernah ada mesin pengolah sampah yang didaur ulang manjadi kompos, mesin canggih mana ada bisa masuk ke daerah plosok. Mau cari beras saja susah apalagi mesin cannggih seperti itu, tapi apa salahnya sih aku mencoba siapa tahu aku bisa membuat mesin pengolah sampah itu, aku bawa ke kampung biar bisa mendaur ulang sampah-sampah yang berserakan disana. Rehan mengikuti ekstrakurikuler elektro jadi lumayan sih ia ‘kan bisa dalam bidang elektro. Sedangkan Revan mengikuti ekstrakurikuler programer komputer lumayan juga sih tentang komputernya. Dan aku mengikuti ektrakurikuler robotika, ya lumayan juga sih tentang komputernya. Kebetulan lomba ini pertim dan setiap tim terdiri dari tiga orang, siapa tahu kami menjadi penemu. Kami disini berunding terlebih dahulu, Revan bertanya kepada aku dan Rehan.

“Apakah kalian siap mengikuti lomba ini?,”

“Iya kita siap han,” jawab serentak.

“Oke kalau gitu ayo kita siapin matang-matang peralatannya, jika seandainya butuh apa-apa aku akan telfon orang tuaku untuk membeli peralatannya yang kita butuhkan,” ujar revan bersemangat.

“Oke, aku juga van, nanti aku bantu kamu juga,” jawab Rehan.

“Lomba ini insyallah sebentar lagi akan dibuka kalau tidak salah dua hari lagi maka dari itu mari kita persiapkan peralatannya dengan baik,” ujar revan.

“Sebentar, sebentar ini tema kita terlalu susah kawan, kenapa kita tidak yang lain saja, dan ini membutuhkan biaya yang sangat besar,” aku mengusulkan dengan irama tak percaya diri.

“Reza kita mencoba terlebih dahulu, apa salahnya sih kita mencoba, ingat kawan masalah jadi dan gak jadinya gak usah dipikirin terlebih dahulu, nikmati saja setiap prosesnya, jika kita mencoba hal yang baru yang tak pernah kita tahu itu akan membuka otak kita yang buntu. Masalah peralatannya kamu gak usah ribet-ribet mikirinnya, dan yang harus dipikirkan bagaimana caranya supaya alat ini tercipta, biarkan aku saja yang mengurusnya. Kalau semisal kita berhasil membuat alat ini, kita sangat luar biasa kawan dan alat ini pasti sangat bermanfaat sekali bagi masyarakat. Dan sampah-sampah, tak akan ada lagi yang berserakan disetiap tong-tong sampah dan kita akan menjadi salah satu santri penemu alat ini. Salah satu tujuan kita membuat alat ini yaitu untuk mengurangi sampah-sampah yang ada dipinggiran jalan dan supaya negeri ini bersih dari sampah,” ujar Revan memberi kobaran semangat.

“Setuju banget kawan” jawab Rehan meyakinkan.

Setelah perlombaan dimulai, akhirnya Bapak Kepala Sekolah membuka lomba “Karya Anak Bangsa” bertujuan untuk mengungkapkan bakat-bakat santri yang terpendam dan karya-karyanya untuk negeri ini. Setelah selesai pembukaan dari Bapak Kepala Sekolah, ketidakyakinanku berubah menjadi semangat yang membara, aku terus mendorong timku supaya setiap hari selama perlombaan ini dimulai selalu memiliki semangat yang menggebu-gebu. Kami bertiga mengikuti breaving. perlombaan ini akan dimulai besok supaya hari dan tanggal pengumumannya bertepatan pada hari Jumat liburnya para santri. Dan perlombaan ini diberikan waktu sekitar satu bulan, bagiku sangat lama, tapi bagi Rehan dan Revan sangat pendek sekali waktunya. Akhirnya perlombaan ini dimulai, Revan memajang sepanduk besar didepan garasi mobil tempat biasa ekstrakurikuler elektro, dengan judul “Mesin Pengolah Sampah” dan dibawah tertulis hastag #Dari Sun3 Untuk Negeri, dari 3R (Revan, Reza, Rehan) yang warna tulisan merah putih, judul itu sangatlah berat sekali bagi peserta lainnya. Revan semangat sekali, mungkin saja ia termotivasi oleh bapak BJ Habibie yang semangat beliau sangat luar biasa. Revan membagi-bagi tugas, aku bagian mengoperasikan komputer dan pembuat aplikasinya, Rehan bagian perancang mesin pengolahnya, sedangkan Revan membeli peralatan, menganalisis, dan mengkoordinir, ini awal pertama kali kami membuat mesin yang rumit, kami hanya anak santri yang persediaannya terbatasi. Awalnya kami kebingungan, aku menyarankan untuk browsing di internet suapaya ada gambaran.

“Revan menurut kamu, apa langkah awal yang harus kita lakukan,” aku bertanya.

“Ini aku sudah membuat pola cara pembuatannya kawan, langkah awal sebaiknya kita membuat mesin terlebih dahulu, kita manfaatkan  motor-motor rusak yang ada digarasi, kita ambil mesinnya lalu perbaiki, setelah itu operasikan mesin itu lewat komputer dengan kecepatan yang standar dulu, kalau semisal kuat kita naikkan perlahan-lahan kecepatannya menjadi medium, jika bisa memungkinkan ditambah lagi kecepatannya menjadi High. Kalau mesin ini menggunakan bahan bakar solar atau bensin maka kita yang akan rugi dan akan menghabiskan biaya yang sangat besar. Jadi gimana caranya supaya bahan bakarnya menggunakan air, dengan cara memecahkan terlebih dahulu setiap molekul-molekul yang ada didalam air tersebut, dan ini juga tugas kita yang terpenting.” Ujar Revan menerangkan pola pembuatannya.

Rehan mencoba memperbaiki mesin motor yang rusak itu dari sekian banyak motor hanya dua mesin yang bisa digunakan itupun mesinnya sudah tua dan sudah tidak layak dipakai. Tapi bismillah, insyaallah bisa digunakan. Lalu Rehan berhasil memperbaikinya, setelah lama Rehan memperbaiki kini tinggal penyambungan ke komputer sedangkan aku dan Revan sibuk memikirkan caranya supaya air menjadi bahan bakar. Aku dan Revan terus mencoba memecahkan setiap molekul-molekul yang ada di air itu dan hasilnya tetap tidak ada perubahan sama sekali. Akhirnnya Revan memutuskan untuk menggunakan bahan bakar solar namun Rehan menggugah hal itu, ia berkata;

“Revan, kamu mau menyerah begitu saja, hanya satu kali hingga sepuluh kali mencoba itu tidak ada apa-apanya kawan, tidakkah kau lihat pencipta lampu? Berapa kali ia mencobanya? satu kali, dua kali ataukah tiga kali? Tidak kawan, ia mencoba berkali-kali hingga ia berhasil menciptakan lampu yang sekarang ini kita gunakan. Jadi aku gak mau tahu kamu harus tentukan baik-baik rencana awal, kita sebagai laki-laki berkomitmen yang kuat, jangan sampai diubah-ubah lagi, apa yang kamu katakan pertama kalinya itulah yang kamu kerjakan. Rehan kamu kan mempuni dalam bidang kimianya, ayolah panaskan otakmu untuk memecahkan hal itu, tidakkah kita malu dengan banner yang terpampang “Dari Santri Untuk Negeri” itu sangat berat kawan, jika rencana tak berjalan sesuai dengan apa yang ada di ide kita,  kita yang malu kawan, kita ini satu team dan harus kompak, dan kalian harus mencobanya lagi, aku yakin kalian pasti bisa,” ujar rehan memberi semangat dengan suara yang menggelora.

Aku dan Revan diam terbungkam bisu tak satu percik katapun yang keluar dari lisan kami. Akhirnya kami mencobanya lagi, mulai dari air tawar yang direbus hingga dicampur dengan solar, dan air asin yang direbus, tetapi hasilnya tetap sama, kemudian kami istirahat sejenak untuk sholat setelah selesai sholat, aku berdoa semoga Allah memberikan ide-ide yang baru dan mampu memecahkan masalah yang saat ini aku sedang menghadapi.

“Kawan sepertinya kita butuh istirahat sejenak deh untuk makan dan merefresh pikiran-pikiran kita yang panas supaya adem dulu,” ujarku.

“Hey, tak ada kata-kata istirahat kawan, waktu kita sangat pendek sekali, sedangkan perjalanan kita sudah hampir lima belas hari, kita belum jadi apa-apa,” Jawab Rehan dengan  jiwa penuh kobaran semangat.

Kami selalu mencoba namun hasilnya tetap sama, hari demi hari kami lewati dengan letih. Pusing kami hiraukan, karena setiap ada masalah pasti ada solusinya, akhirnya kami berhasil memecacahkan molekul-molekul dari air itu, dengan cara:

H2O > Hdan O2. Karena air bersifat anfoter yaitu bisa bereaksi asam atau basa maka, H2O > H2   + OH Dan 2 H2O > O+ 4H+ , setelah itu kami menerapkan pelajaran yang pernah diajari oleh guru kami yaitu tentang ELEKTROLISIS.

Kami mencoba memasukkan air itu ke tangki motor dan akhirnya bisa nyala, tinggal langkah tiga yaitu tahap pembuatan penggiling penghancur sampah-sampah, Rehan juga baru saja menyelesaikannya dan langkah terakhir yaitu pengecetan, Revan mengusulkan untuk memberikan warna sesuai warna bendera indonesia dan di tengah-tengah bendera ada burung garuda. Setelah selesai tahap terakhir tinggal tahap uji coba, karena Revan yang mengkoordinir, ia mencobanya.

“Oke Reza silahkan operasikan komputernya, dan Rehan silahkan masukan tumpukan sampahnya” Revan menyuruh kami.

Mesin berjalan dengan lancar. Setelah aku menaikkan ke High mesin langsung mati seketika, dan di dalam mesin itu mengeluarkan banyak asap. Kuturunkan mesinnya ke Standar eh ternyata mesinnya rusak. Semua mesin harus dibongkar lagi sedangkan tahap pengumpulannya tinggal satu hari lagi, dan semua peserta sudah mengumpulkannya terlebih dahulu kecuali kelompok 3R yang paling akhir. Rehan mencoba memperbaiki mesin itu namun didalamnya sudah tidak bisa digunakan lagi. Mesin didalamnya ada yang terbakar dan mesin harus diganti yang baru lalu Rehan menggantinya dengan mesin yang satunya. Namun pengoperasian komputer tidak bisa, kami bingung harus bagaimana, Revan yang semangatnya masih tetap luar biasa, ia memberikan arahan dan mengecek semua  yang terjadi di dalamnya.

“Kawan sini berkumpul dulu, minum kopi nih biar fresh dan tetap fokus, gini kawan mau tidak mau ini mesin harus diganti yang baru rusaknya terlalu parah sedangkan besok kita harus mengumpulkannya, waktu kita sudah mepet sekali kawan,” ujar  Revan mengeluh.

“Sudah santai aja kawan, besok aku berusaha untuk memperbaiki lagi tanpa harus membeli. Yang  baru, insyallah bisa kok,” jawab Rehan dengan santai.

Pada keesokan harinya Rehan memperbaiki lagi ia membongkar-bongkar setiap mesin motor, hingga akhhirnya kami kehabisan waktu pengumpulan.

“Hey, kelompok 3R, mana buatannya kalian, cepat kumpulkan jika tidak saya akan diskualifikasi,” ujar juri dengan kata-kata sadisnya.

“Pak berikan kami dispensasi untuk memperbaiki mesin kami yang rusak, kami mohon pak,” ujar Rehan meronta-ronta didepan juri.

“Oke saya akan memberikan waktu satu jam buat kalian, jika satu jam belum selesai saya akan diskualifikasi,” kata juri mengancam.

“Oke pak, terima kasih pak,”

Kami memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Rehan terus mencoba dan ia tidak mau kalah dengan semangatnya yang luar biasa. Ia mencoba hingga akhirnya dalam waktu setengah jam ia mampu meyelesaikannya dengan baik. Ia memperbaiki begitu cepat sekali, kami mencoba mesin itu lagi dan akhhirnya mesin itu nyala , aku menaikkan dengan kecepatan High namun mesin itu tetap aman-aman saja, kami tersenyum lebar, Revan tampaknya tersenyum dengan wajah eksotisnya, kami berpelukan gembira, dan kami akhiri dengan membaca doa syukur kepada Allah. Lalu  kami membawa mesin itu ke ruang juri, semua santri kaget karena mesin yang kami buat sangat besar dari peserta lainnya dari begitu banyak peserta ikut hanya kelompok kami yang mebuat mesin seperti ini. Mereka membuat mobil-mobilan, robot-robotan dan pesawat-pesawatan yang dioperasikan lewat komputer juga, awalnya kami pesmis karena banyak peserta yang buatannya lebih bagus dari kelompok kami, namun kami tetap menjadi santri yang optimis karena murni buatan kami, capek pusing, kurang tidur, itu yang kami alami karena segala sesuatu pasti butuh proses dan dari proses itu akan mendapatkan hasil yang sempurna karena Allah itu tidak butuh hasil melainkan proses. Kami tersenyum diatas meja menunggu untuk presentasi kepada juri. Setelah lama akhirnya giliran kelompok kami presentasi, Revan dengan gagahnya bak seorang pahlawan ia maju dengan sosok anggunnya, ia mempresentasikan hasil karya kami yang telah dibuatnya. Setelah presentasi Revan selalu tersenyum lebar dengan senyuman indahnya. Tampaknya ia yakin bahwa kelopok kami yang akan memenangkannya, karena satu diantara tiga puluh peserta hanya kelompok kami yang menurut kami paling bagus dan bermanfaat bagi orang lain. Kami menunggu pengumuman semua santri yakin bahwa bahwa kelompok kami yang akan menang. Akhirnya juri mengumumkan sepuluh finalis terbaik, jantung-jantung kami berdebar-berdebar tak sabar siapa yang akan memenangkan lomba ini karena di antara empat hingga sepuluh finalis tak ada kelompok kami, kami selalu berdoa semoga kerja keras kami mendapatkan hasil yang luar biasa, juri mengumumkannya.

“Juara 3 dimenangkan oleh kelompok Bulan (Syahrun), dengan perolehan nilai 430, mereka dapat menciptakan mobil-mobilan lamborghini yang dioperasikan menggunakan komputer. Juara 2 dimenangkan oleh kelompok Pemuda Santri Indonesia (PSI), dengan perolehan nilai 570, mereka dapat menciptakan robot-robotan yang dioperasikan langsung oleh komputer, sedangkan Juara 1 dimenangkan oleh kelompok 3R (Revan, Reza, dan Rehan), mereka dapat menciptakan mesin pengolah sampah yang operasikan juga langsung oleh komputer dengan porolehan total nilai 1000 mereka mendapatkan nilai sempurna. Dan mesin ini sangat berguna pagi pesantren dan negeri ini untuk mengurangi sampah-sampah yang ada dipondok ini, berikan tepuk tangan yang meriah untuk para juara,”

Semua santri tepuk tangan di lapangan futsal itu, tak hanya santri yang hadir melainkan santriwati juga ikut berpartisipasi, kami tersenyum lebar mengangkat sebuah piala dan dikalungi medali emas sesuai dengan nama masing-masing, teriakan histeris dilapangan itu membuat hati ini menggebu-gebu seakan tak ada kebahagiaan selain ini, kami bahagia sekali bisa memenangkan lomba ini. Pasti orang tua kami ikut merasakan senang dengan pengumuman juara ini yang di sorot langsung oleh media karena pondok As-Safinah memilki channel televisi tersendiri, kami tak bisa membayangkan bisa memenangkan lomba ini, kami tahu kalau hukum sebab akibat tuhan itu ada, siapa yang bekerja keras ia akan sukses. Karena proses tak akan pernah menghinati hasil.

Author : Muchlis           Link : https://ibnumarr.wordpress.com/2018/11/13/dari-sun3-untuk-negeri/

Instagram : @muchlis_marr

 

 

Cinta Sejati

Karya Dina Pertiwi

Cinta sejati. Apakah kalian percaya akan itu? Akan “Cinta Sejati” yang konon katanya dimiliki oleh semua orang? Cinta yang katanya sangat indah dan menyenangkan? Mitos cinta sejati yang terus menerus melolong dihatiku.
*** Continue reading “Cinta Sejati”

Harapan

Cerpen Karangan: Wakhid
Kategori: Cerpen Cinta Sedih, Cerpen Remaja
Lolos moderasi pada: 4 November 2017

Keringat keringat sebesar biji jagung mulai diproduksi tubuhku. Mengalir dari dahi ke pipi, dari tangan berjatuhan dan tertiup angin, mengalir di kaki yang tertutup celana panjang sekolah. Dengan sekuat tenaga aku kayuh pedal sepeda di pagi hari itu. Tidak seperti biasa rasanya sangat berat, mungkin karena dari tadi aku terus mengayuhnya sekuat tenaga, jadinya staminaku terus terkuras.Tanpa mempedulikan pengguna jalan lain dan pikir panjang, aku terobos lampu merah di perempatan. Bunyi klakson mobil dan motor seolah mendobrak dobrak gendang telingaku. Muka muka pengendara jalan lain yang jengkel dengan kelakuanku sekilas terekam di bola mataku, tapi tidak sempat aku hiraukan mereka.
“di dalam hati, “maaf maaf” aku teriakan bagi pengguna jalan yang merasa terganggu dengan cara mengendarai sepedaku yang sembrono itu.

Aku harus buru buru ke sekolah supaya tidak telat. Aku tidak biasanya seperti ini, karena kemarin malam aku harus mencari boneka beruang dan bunga mawar merah yang kutaruh di dalam tas, dan membuat tasku terlihat lebih berisi dari biasanya, guna kuberikan kepada Anggi teman sekelasku, yang sudah dari kelas satu sma aku memendam perasaan terhadapnya dan sekarang aku kelas dua sma. Dan hari ini aku bertekat menyatakan perasaanku kepadanya apapun yang terjadi perasaanku harus tersampaikan. Walaupun aku tau kalau itu tidak akan mudah. Karena Anggi itu terkenal cuek dan tidak mudah bergaul, cenderung suka menyendiri, paginya diantar dan pulangnya langsung dijemput, dan dia juga sering absen pas jam olahraga, tapi itulah yang membuatku tambah penasaran terhadapnya.

Leganya dadaku karena aku berhasil masuk gerbang sekolah tepat sebelum pak satpam menutup gerbang sekolah. Di kelas seperti biasa aku duduk di tempat dudukku yang biasa. Mataku mulai mencari cari keberadaan Anggi, ke kanan, dan ke kiri tidak juga kulihat keberadaanya, kulihat tempat duduknya masih kosong, yang berjarak dua bangku ke kanan itu dari tempat dudukku.

Tetttt, bel tanpa masuk pun berbunyi. Tapi tidak juga kulihat sosok Anggi duduk rapi di tempat duduknya seperti hari hari sebelumya
“Mungkin dia berhalangan hadir hari ini.” kataku di dalam hati sambil menghela nafas panjang.

Keesokan harinya, seperti kemarin Anggi tidak juga menampakkan dirinya masuk sekolah. Begitu pula tiga hari ke depan, Anggi seolah hilang tertiup angin musim panas bulan itu.
Dengan sekuat tenaga kukumpulkan keberanianku guna menanyakan keadaan Anggi ke wali kelasku, waktu istirahat. Terasa aneh bagiku setelah wali kelasku mendengar nama Anggi seperti dia terkejut, dan tidak berkata sepatah katapun, dia hanya memberikan secarik kertas yang isinya adalah alamat Anggi kepadaku.
“Jalan gunung puri, perumahan pantai indah, no : 13” kurang lebih itulah isinya.

Sepulang sekolah, dengan rasa penasaran yang begitu besar, kuhetikan taksi sambil membawa boneka dan mawar yang hendak aku berikan kepada Anggi, saat aku menyatakan perasaanku nanti. Kuberikan alamat itu ke supir taxi, sekitar setengah jam berlalu hatiku terasa dak, dik, duk membayangkan apapkah Anggi mau menerimaku atau tidak, akhirnya aku berhenti di sebuah rumah tingkat dua dengan pagar warna putih yang sangat besar, yang menurutku cukup mewah.
“Hatiku semakin dak, dik, duk melihat rumahnya”

Tett… tett…, suara bel yang kupencet yang tersedia di luar pagar. Ada sekitar sepuluh kali kupencet bel itu, tapi tidak nampak satupun orang terlihat di halaman rumah yang luas itu. Tett… tett… kembali kupencet bel rumah itu, tidak lama kemudian akhirnya nampak laki laki paruh baya memakai baju putih lengan pendek, topi hitam, dan celana panjang hitam, membukakan pintu pagar rumah itu

“Maaf dek, adek mencari siapa ya” Satpam itu langsung menegurku.
“Maaf pak saya mencari Anggi, apa benar ini rumahnya” Tanyaku balik.
“I ‘ iya benar memangnya adek ini siapa ya, apakah teman non Anggi” Dengan muka sedikit tegang dan nada bicara yang sedikit terpatah patah satpam itu menjawabku.
“Iya pak saya teman sekolahnya, saya khawatir sudah hampir satu minggu Anggi tidak masuk sekolah, memangnya Anggi kenapa ya pak?”

Tanpa mengelurkan satu patah katapun, akhirnya satpam itu mempersilahkanku masuk dan disuruhnya aku menunggu di ruang tamu yang cukup mewah itu menurutku, dengan hiasan ukiran ukiran kayu dan lukisan lukisan binatang yang mendominasi hiasan di ruang tamu itu.

Tidak lama kemudian akhirnya datanglah seseorang wanita tua membawa air minum untuk dia sajiakan kepadaku. Disusul dengan wanita yang masih muda memakai baju panjang putih dan rok hitam di bawah lutut, dan duduk di sofa depanku, sambil melihat boneka dan bunga yang kutaruh di sofa sebelah kiriku.
Lama kami berbincang membicarakan sekolahku, bagaimana Anggi kalau di sekolah, yang akhirnya ku tau kalau dia adalah ibunya Anggi.

Sudah hampir satu jam kami berbincang, akhinya
“Boleh saya ketemu dengan Anggi?” Permintaanku menyela pembicaraanya.
“Baiklah kalau itu memang maumu” Dengan sedikit tersenyum dia mengatakannya.
Akhirnya dibawanya aku di depan sebuah kamar yang berada di lantai dua. Dan dipersilahkanya aku masuk kamar itu. Pikiranku mulai melayang ke mana mana, kekhawatiran mulai melanda diriku
Dengan tangan kanan kuraih daun pintu itu, dan kubuka pintu itu pelan pelan. Satu langkah, dua langkah, tiga langkah kakiku masuk kamar itu.

Bagai jantungku berhenti berdetak, hancur berkeping, sekujur tubuhku mulai kaku menegang, boneka dan bunga yang kupegang dengan tangan kiri pun jatuh ke lantai, berbarengan dengan air mataku yang terus mengalir, menetes ke bawah tanpa bisa kubendung, melihat keadaan Anggi yang terbujur kaku di tempat timur, mukanya pucat, dan terpasang alat bantu pernafasan dan alat deteksi jantung, waktu seolah berhenti berputar.
Kulihat ke arah ibunya yang teryata sudah tidak kuat juga menahan kesedihan, melihat keadaan anaknya sekarang.
“Apa yang terjadi” Tanyaku ke ibunya.
Tidak satu kata pun terucap dari mulutnya, yang terlihat hanyalah air mata yang terus mengalir membasahi pipinya…

Cerpen Karangan: Wakhid
Facebook: Ryu Takumi

 

KEBODOHANKU

Oleh Handan

Malam yang kesekian saat aku merindukanmu
Dengan kebodohan yang melekat dan tak berperi
Kumemanggil namamu dalam mimpi mimpiku
Entah mengapa aku tak mampu menghapus kesepian ini

Dalam hening dan ramai yang kulewati
Hanya suaramu yang terpancar hingga telinga ini
Bias dari tawa yang selalu terburai saat itu
Mengapa masih terngiang jelas di kepalaku

Andai waktu itu kuberteriak agar jangan kau pergi
Mungkinkah saat ini engkau ada disini
Bila kini kumemohon dirimu untuk kembali
Akankah itu yang akan benar benar terjadi

Mengapa begitu dalam kumencintaimu
Hingga akhirnya luka ini menghantam hingga beku
Bukan cinta ini yang kusesali hingga sesak
Kebodohanku melepaskanmu yang sangat perih menohok

Akankah kini engkau akan merindukanku
Atau kisah itu hanya kenangan yang berlalu untukmu
Dalam gelap yang menyapa luka penyesalanku
Kuberharap engkau akan kembali dalam dekapanku

About Me

My name’s Muchlis, but you can call me muh or lis and whatever you, i’m from salt island or madura island, but i live in sidoarjo city with my parents, i’m nineteen years old, i have two brothers and one sister, and i’m the last child in my family, although i’m the last child but i’m very happy ’cause my parents always to me.